Senin, 03 Maret 2014

SEKEPING KISAH DARI KAKI KELUD

Pagi ini, matahari bersinar cerah.  Walau dengan tubuh yang masih terasa letih, kami semangat untuk bangkit dan menjelajah sejuknya kota Malang.  Ini adalah hari kedua kami di kota ini.  Saya dan mba Ratih Maharani berencana akan kembali ke Dusun Kutut Desa Pandansari, salah satu dusun terparah yang terkena dampak erupsi.



Dusun yang terletak 5 Km dari Gunung ini 90% atap bangunannya rusak parah.  Tanaman-tanaman kering dan mati.  Daerah ini kini dipisahkan oleh hamparan aliran sungai lahar.  Untuk mencapainya kami harus melewati aliran sungai lahar yang sangat luas dan penuh bebatuan dan pasir.





Pagi sebelum berangkat kami menyempatkan mampir ke sebuah warung pecel tumpang di daerah Dinoyo.  Ramai sekali pengunjungnya dan kami harus mengantri hampir satu jam lebih.  Setiap pengantri umumnya memesan 5- 10 bungkus nasi pecel.  Penasaran juga dengan rasanya.  Ternyata kami salah, seharusnya kami tidak perlu antri untuk menikmati pecel sambal tumpang di tempat.  Hahaha... payah sekali rasanya kami.

Ternyata pecel ini memang istimewa.  Sayurannya sangat lengkap, ada kubis, sawi, kacang panjang, ontong pisang, bunga turi dan toge.  Pelengkapnya rempeyek kacang dan teri serta dadar jagung dan tempe kacang plus trancam. Wow... khas Malang banget.  Tumben banget aku bisa menghabiskan sepiring nasi pecel.

Tepat jam 10.00 WIB, dengan diantar seorang sahabat lama yang senantiasa setia mendampingi kami dalam aksi ini, mas Novem Matahari Pagi, kamipun berangkat ke terminal kemudian melanjutkan perjalanan dengan bis Puspa indah jurusan Jombang menuju Ngantang.  Di kiri dan kanan kami paket berisi makanan untuk anak dan paket sarung tangan siap untuk diserahkan.  Sesampai di Kambal kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang ojek menuju Pos Pantau Batu.

Hari ini sepertinya tampak sangat padat.  Berbagai kendaraan tampak tertahan di pos pantau batu.  Rupanya banyak sekali  relawan dari berbagai daerah yang mengantarkan logistik ke daerah ini, sedangkan kondisi di atas sana dipadati kendaraan alat berat yang sedang melakukan recovery fisik desa.  Banyaknya kendaraan yang masuk dapat menyebabkan macet dan semrawutnya kondisi jalan desa yang sedang mengalami perbaikan.  Seperti kemarin, rasanya kami juga akan tertahan di sini, namun dengan kemampuan diplomasi yang lumayan akhirnya kami berhasil meluluhkan hati pak polisi untuk memberi ijin kami memasuki wilayah dengan menumpang kendaraan yang akan naik ke atas.

Panas yang sangat terik membakar kulit wajah kami.  Abu vulkanik ikut menghiasi kedua alas kaki yang kami pakai,  Cukup menyesakkan debu yang bertebaran terkena gesekan kaki dan roda kendaraan.  Kami pun menemui wakil komandan regu Sepur 10 untuk menyerahkan bantuan sarung tangan.

Menyusuri Jalan 

 Alat berat yang meratakan jalan

Kami salut dengan para TNI  yang begitu totalitas membantu warga merecovery rumah dan infrastruktur desa.  Tanpa kenal lelah mereka bahu membahu memperbaiki bangunan dan gedung.  Selalu semangat dan ceria.


Usai mengantarkan sarung tangan, kami mengumpulkan anak-anak di halaman mesjid untuk bermain bersama.  Mereka tampak senang dan antusias mendengarkan dongeng yang kubacakan.  Ikut bernyanyi dan bertepuk tangan bersama.  Walau dengan keterbatasan kemampuan yang kami miliki kami sangat bahagia karena dapat menghadirkan senyum mereka.




Tiba-tiba langit semakin gelap,  sementara di tangan kami masih ada satu dus paket anak yang belum tersalurkan.  Khawatir terjebak di atas, kami akhirnya berlari kecil menuruni jalan desa dan membagikan paket ke anak-anak yang kami temui.  Tak lama hujanpun turun dengan derasnya.  Kami terjebak!!








"Rabb.. selamatkan dan lindungi kami, ijinkan kami keluar dari tempat ini" pinta kami saat itu.  Berbondong-bondong para tentara dan relawan berusaha untuk meninggalkan desa.  Cuaca yang tidak bersahabat diiringi hujan deras dan awan hitam sungguh membuat kami hampir panik.  Untunglah bapak tentara sangat baik hati, kami dicarikan truk untuk menuju ke pos pantau.   Bersama rombongan guru dari SD Tlekung 1 Batu, kami menaiki truk menuju ke pos.

Saat menyebrangi sungai lahar, truk bolak balik oleng.  Waduhhhh.. takut bener kami, sementara hujan turun kian deras.  Khawatir kami akan terjebak di hamparan sungai ini.  Bagaimana kalau lahar dingin turun lagi seperti kemarin dan kami terjebak di jalur aliran lahar.

oww..oww.. tidak...
Kami berdoa memohon pertolongan dan akhirnya dengan susah payah truk bisa melewatinya dan mengantar kami kembali ke pos.  Kami di antar sampai tempat menunggu bis ke arah malang. perjalanan kami lanjutkan dengan bis di tengah guyuran hujan dan kemacetan.

KEMBALI KE HABITAT ASAL...menjadi seorang IBU.