Kamis, 04 September 2014

SERUNYA NAIK PESAWAT



Pesawatku...terbang ke bulan
Pesawatku...terbang ke bulaaaan

 "Bunda..kapan aku bisa naik pesawat?"
Pertanyaan itu acap dilontarkan dua kakak beradik itu.  Mereka memang belum pernah tau bagaimana rasanya naik pesawat, karena tentu saja bagi kami  bepergian dengan pesawat membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun akhirnya impian mereka bisa kuwujudkan.
"kita akan naik pesawat besok !"
"horee...aku mau naik pesawat.
Jujur aku sendiri sampai saat ini masih takut menggunakan alat transportasi yang satu ini.  Mendengar maraknya kecelakaan dalam dunia penerbangan yang kian marak cukup membuatku ketar-ketir setiap harus terbang.


Penerbangan kali ini merupakan pengalaman pertama buat kedua buah hatiku.  Melihat betapa megahnya interior dalam bandara yang penuh dengan cafe dan bunga, cukup membuat mereka bahagia.  Tak  sabar rasanya mereka ingin melihat bagaimana dalam pesawat.
Tiba-tiba kami mendapat informasi bahwa pesawat yang akan membawa kami mengalami keterlambatan. Saat aku mencoba memberi pengertian pada kedua bocah ganteng untuk sabar menunggu..berbagai tanya pun terlontar dari bibir mereka, ibarat sebuah acara televisi "Apa ini apa itu..mengapa begini mengapa begitu,?"
Sabaarrr...dan  mencoba  memberi jawaban paling mengena untuk rasa ingin tahu mereka.
Satu  jam kemudian pesawat pun datang.  Tak lupa aku mengabadikan momen pertama terbang mereka.
Ah..entah kenapa hari itu perasaanku begitu tak enak. Saat menjejakkan kaki di lantai pesawat bayang-bayang kecelakaan selalu menghantuiku.  Tiba tiba nafasku terasa begitu sesak, hampir saja aku berteriak minta tolong karena kesulitan bernafas.  Saat itu pesawat mulai tinggal landas.  Teringat bagaimana nasib anak anak bila aku semaput.  Ah, aku harus menenangkan pikiranku dan mencoba berpikir positif. Kutarik nafas panjang, tahan sebentar dan kulepaskan perlahan.

Huft! Sedikit ringan.  Sekarang tugasku adalah memandu buah hatiku agar nyaman saat terbang. Hal pertama yang kulakukan adalah memberinya permen untuk mencegah agar telinganya tidak sakit saat lepas landas dan memastikan bahwa sabuk pengaman sudah terpasang kencang.
Melihat pesawat mulai lepas landas kedua bocah ini mulai terlihat heboh sekali..ah..kami seperti Tarzan masuk kota.  Betapa serunya mendengar celoteh mereka tentang awan, tentang sayap pesawat yang beberapa bagiannya terbuka saat terbang. kemudian menutup kembali.
Tiba - tiba terdengar dering handphone, mataku mulai menjelajah.  Setauku peraturan penerbangan melarang penumpang tuk menyalakan handphone. Suara dering HP tak jua berhenti, asalnya dari seorang lelaki paruh baya yang duduk di sebrang kursi kami.  Karena terlalu jauh..aku meminta tolong pada penumpang disebelahnya untuk mengingatkan..namun tak satupun yang melakukan itu.

owh..jujur aku takut sekali, teringat kecelakaan pesawat yang belum lama terjadi yang konon disebabkan oleh gangguan yang berasal dari signal handphone.  Apakah kali ini aku akan mengalami peristiwa yang sama?

Batinku bergolak..tegur..tidak..tegur..tidak?  saat itu aku hanya berpikir bahwa keselamatanku dan penumpang lainnya dipertaruhkan.  Akupun memberanikan diri bangkit dan mencari pramugarinya.  Kuutarakan apa yang terjadi dan kuminta ia tuk mendatangi penumpang tersebut.

Ternyata dengan ringan sang pramugari berkata,"tak apa apa bu..karena pesawat sudah ada di atas, nanti kalau  landing masih bunyi akan kami ingatkan.  wah..aku jadi bingung deh..artinya larangan mengaktivkan hape hanya pada saat take off ataupun landing. Tau gitu akukan bisa foto foto dari atas ya..dan narsis dikit.
Akhirnya selang beberapa menit pesawatpun mulai mendarat.  Kulihat wajah bahagia dua bocah gantengku. Semoga lain kali kita bisa terbang lagi ya nak

Kamis, 28 Agustus 2014

LOVE, CARE AND CANCER (PART 1)

LOVE (CINTA)

Karena Cinta Kami Tumbuh
Denting jam yang berdetak 1 kali membangunkanku dari tidur lelapku.  Seketika kudengar android mungilku berbunyi dan sebuah pesan singkat meluncur masuk.

"Aku kangen...padamu!"
Ah,...aku bisa rasakan itu.  Hatiku dan hatimu seolah kini selalu tersambung.  Aku tahu saat ini kamu pasti sedang berjuang melawan sakit yang mencucuk tulangmu.  Walau aku tak pernah merasakan sakitmu, tapi aku bisa membayangkan betapa kerasnya perjuanganmu melawan kanker yang menggerogoti tubuhmu sejak empat tahun terakhir.  Kanker yang berawal tumbuh pada tyroidmu dan telah beberapa kali diangkat kini telah metatasis ke beberapa bagian tubuh, sehingga sakit itu kau rasakan juga di bagian tubuh yang lain.

Sabarlah sahabatku...sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar !

Ku tak menampik rasa khawatir acap menderamu, terutama saat satu persatu survivor kanker sahabatmu beranjak pergi menemui Sang Khalik.  Saat bayang-bayang ajal bermain dalam pikirmu.  Sebab "cinta" membuatmu enggan berpisah dengan buah hatimu tersayang.

Maaf!  Bila kadang aku harus keras kepadamu.  Menegurmu tuk sekedar membuatmu kembali bangkit dan berjuang, sebab seperti katamu...Pemenang bukan hanya mereka yang berhasil sembuh dari kanker tetapi pemenang adalah mereka yang terus berjuang hingga ajal menjemput.

Please, jangan biarkan pikiran negatif terus bergelayut!  Jangan biarkan seorangpun melemahkan hatimu.  Bila itu terjadi, kanker akan semakin buas memangsamu.Teruslah  berjuang sampai akhir, sebab kematian hanyalah masalah waktu belaka, dan setiap yang hidup pasti akan mati tak peduli dia pasien kanker atau bukan!!

Beberapa tahun terakhir, sebab cinta... kami dipertemukan kembali.  Kami saling memotivasi, saling menyemangati dan menebar cinta kasih pada sesama survivor kanker.  Kulakukan itu, sebab akupun merasakan bagaimana rasanya divonis menderita kanker.

Tiga tahun lalu, saat mola hidatidosa menyerangku, dan hasil analisa jaringan menunjukkan bahwa mola yang ku derita adalah sejenis kanker yang ganas, tubuhku rasanya lunglai tanpa daya.  Terlebih saat pengangkatan jaringan itu tak berhasil menghambat tumbuh kembang sel tersebut.  Saat dokter memintaku tuk menjalani kemotherapi, namun ketakberdayaanku dan kesendirianku tak memungkinkan bagiku menjalani kemo.  Ah..rasanya saat itu hanya kematian yang ada dihadapanku.  Aku tau bagaimana rasanya takut.  Ketakutan tuk berpisah dengan buah hati dan suami yang kucintai.  Namun ketakutan ini hanya membuahkan kelemahan dan kesakitan. Membuat kanker itu semakin buas. Dalam hitungan hari beta HCG semakin meningkat nilainya, kadar CA cukup mencemaskan,  akhirnya kusadari bahwa beban pikiran takkan membawaku sembuh.  Beban pikiran hanya akan semakin melemahkan antibodiku.

Bagaimana dengan ajal?  Kupikir ajal hanyalah masalah waktu, yang terpenting adalah bagaimana usiaku bisa berkah.  Yang terpenting adalah bagaimana sisa umurku dan hidupku bisa menebar manfaat bagi sesama.  Yang paling penting lagi adalah bagaimana aku menyiapkan bekal untuk akhiratku, karena saat nyawa terlepas, usai semua usahaku memupuk amal.

MENEBAR CINTA... adalah langkahku untuk bangkit.

Kuawali langkahku dengan menebar cinta dan kasih.  Banyak mendengar dan memotivasi.  Kurasakan dan berempati pada setiap problem dan ujian yang orang lain rasakan. Bila harta tak kumiliki untuk berbagi, biarlah aku berbagi semangat yang terus membara ini pada mereka yang butuh.

Cinta, kesamaan rasa, ketakutan dan visi membuat aku dan dia tumbuh tuk saling memotivasi.  Kami sepakat tuk mengibarkan Panji perang pada sosok pembunuh nomer satu ini.  Sosok yang tak terlihat namun ganas.  The Silent Killer.

"Mba..mari kita berbagi mimpi dan imaji...apa mimpimu? Mimpiku adalah.. aku ingin menjadi motivator terkenal dan aku ingin membangun sebuah rumah singgah untuk para survivor kanker" 

Aku tersenyum bahagia...dan hanya mampu berkata
....maka wujudkanlah mimpimu! Mulailah dengan memotivasi dirimu, sebab bila kau lemah, bagaimana mungkin kau bisa menguatkan orang lain?  Berjuanglah dan aku akan mendukungmu...bersama kita wujudkan mimpumu.

KITA AKAN MEMBANGUN SEBUAH RUMAH SINGGAH BAGI SURVIVOR KANKER... INSYA ALLAH


Senin, 03 Maret 2014

SEKEPING KISAH DARI KAKI KELUD

Pagi ini, matahari bersinar cerah.  Walau dengan tubuh yang masih terasa letih, kami semangat untuk bangkit dan menjelajah sejuknya kota Malang.  Ini adalah hari kedua kami di kota ini.  Saya dan mba Ratih Maharani berencana akan kembali ke Dusun Kutut Desa Pandansari, salah satu dusun terparah yang terkena dampak erupsi.



Dusun yang terletak 5 Km dari Gunung ini 90% atap bangunannya rusak parah.  Tanaman-tanaman kering dan mati.  Daerah ini kini dipisahkan oleh hamparan aliran sungai lahar.  Untuk mencapainya kami harus melewati aliran sungai lahar yang sangat luas dan penuh bebatuan dan pasir.





Pagi sebelum berangkat kami menyempatkan mampir ke sebuah warung pecel tumpang di daerah Dinoyo.  Ramai sekali pengunjungnya dan kami harus mengantri hampir satu jam lebih.  Setiap pengantri umumnya memesan 5- 10 bungkus nasi pecel.  Penasaran juga dengan rasanya.  Ternyata kami salah, seharusnya kami tidak perlu antri untuk menikmati pecel sambal tumpang di tempat.  Hahaha... payah sekali rasanya kami.

Ternyata pecel ini memang istimewa.  Sayurannya sangat lengkap, ada kubis, sawi, kacang panjang, ontong pisang, bunga turi dan toge.  Pelengkapnya rempeyek kacang dan teri serta dadar jagung dan tempe kacang plus trancam. Wow... khas Malang banget.  Tumben banget aku bisa menghabiskan sepiring nasi pecel.

Tepat jam 10.00 WIB, dengan diantar seorang sahabat lama yang senantiasa setia mendampingi kami dalam aksi ini, mas Novem Matahari Pagi, kamipun berangkat ke terminal kemudian melanjutkan perjalanan dengan bis Puspa indah jurusan Jombang menuju Ngantang.  Di kiri dan kanan kami paket berisi makanan untuk anak dan paket sarung tangan siap untuk diserahkan.  Sesampai di Kambal kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang ojek menuju Pos Pantau Batu.

Hari ini sepertinya tampak sangat padat.  Berbagai kendaraan tampak tertahan di pos pantau batu.  Rupanya banyak sekali  relawan dari berbagai daerah yang mengantarkan logistik ke daerah ini, sedangkan kondisi di atas sana dipadati kendaraan alat berat yang sedang melakukan recovery fisik desa.  Banyaknya kendaraan yang masuk dapat menyebabkan macet dan semrawutnya kondisi jalan desa yang sedang mengalami perbaikan.  Seperti kemarin, rasanya kami juga akan tertahan di sini, namun dengan kemampuan diplomasi yang lumayan akhirnya kami berhasil meluluhkan hati pak polisi untuk memberi ijin kami memasuki wilayah dengan menumpang kendaraan yang akan naik ke atas.

Panas yang sangat terik membakar kulit wajah kami.  Abu vulkanik ikut menghiasi kedua alas kaki yang kami pakai,  Cukup menyesakkan debu yang bertebaran terkena gesekan kaki dan roda kendaraan.  Kami pun menemui wakil komandan regu Sepur 10 untuk menyerahkan bantuan sarung tangan.

Menyusuri Jalan 

 Alat berat yang meratakan jalan

Kami salut dengan para TNI  yang begitu totalitas membantu warga merecovery rumah dan infrastruktur desa.  Tanpa kenal lelah mereka bahu membahu memperbaiki bangunan dan gedung.  Selalu semangat dan ceria.


Usai mengantarkan sarung tangan, kami mengumpulkan anak-anak di halaman mesjid untuk bermain bersama.  Mereka tampak senang dan antusias mendengarkan dongeng yang kubacakan.  Ikut bernyanyi dan bertepuk tangan bersama.  Walau dengan keterbatasan kemampuan yang kami miliki kami sangat bahagia karena dapat menghadirkan senyum mereka.




Tiba-tiba langit semakin gelap,  sementara di tangan kami masih ada satu dus paket anak yang belum tersalurkan.  Khawatir terjebak di atas, kami akhirnya berlari kecil menuruni jalan desa dan membagikan paket ke anak-anak yang kami temui.  Tak lama hujanpun turun dengan derasnya.  Kami terjebak!!








"Rabb.. selamatkan dan lindungi kami, ijinkan kami keluar dari tempat ini" pinta kami saat itu.  Berbondong-bondong para tentara dan relawan berusaha untuk meninggalkan desa.  Cuaca yang tidak bersahabat diiringi hujan deras dan awan hitam sungguh membuat kami hampir panik.  Untunglah bapak tentara sangat baik hati, kami dicarikan truk untuk menuju ke pos pantau.   Bersama rombongan guru dari SD Tlekung 1 Batu, kami menaiki truk menuju ke pos.

Saat menyebrangi sungai lahar, truk bolak balik oleng.  Waduhhhh.. takut bener kami, sementara hujan turun kian deras.  Khawatir kami akan terjebak di hamparan sungai ini.  Bagaimana kalau lahar dingin turun lagi seperti kemarin dan kami terjebak di jalur aliran lahar.

oww..oww.. tidak...
Kami berdoa memohon pertolongan dan akhirnya dengan susah payah truk bisa melewatinya dan mengantar kami kembali ke pos.  Kami di antar sampai tempat menunggu bis ke arah malang. perjalanan kami lanjutkan dengan bis di tengah guyuran hujan dan kemacetan.

KEMBALI KE HABITAT ASAL...menjadi seorang IBU.