Senin, 15 Juli 2013

Ketika Kenyataan Tak Sesuai Harapan..

          Kereta ekonomi AC telah satu tahun lebih diluncurkan, konon kereta ini cukup nyaman sehingga banyak penumpang bisnis beralih padanya.  Namun sebagai pengguna setia angkutan darat kereta api, aku sendiri belum merasakannya.  Sejak menikah dan memiliki anak, tak sekalipun aku menggunakan jasa kelas ekonomi ini untuk bepergian jauh, selain karena tidak nyaman dan kotor, kedua anak-anakku tidak tahan terhadap asap rokok.

          Aku memang mengutamakan kenyamanan dan kesehatan anakku dalam bepergian, karena aku tak ingin peristiwa 4 tahun lalu terulang, saat aku mengajak bungsuku Favian pergi ke jakarta mengendarai kereta bisnis.  Kondisi kesehatannya tiba-tiba drop dan mengharuskannya masuk rumah sakit hingga sebulan lamanya.  Sejak itu, aku hanya akan bepergian bila menggunakan sarana yang nyaman.  Namun mendengar penuturan kerabat dan teman-temanku tentang kereta ekonomi AC ini membuatku penasaran dan merasa tertantang untuk mencobanya.
          Setelah menyambangi ibuku seminggu , kami memutuskan untuk kembali ke rumah, namun tingginya jumlah kepadatan penumpang menyebabkanku tidak mendapatkan tiket pesawat.  Aku memutuskan untuk naik apapun yang ada yang penting kembali ke rumah.
my mother

         Tanggal 14 aku dan kedua anak lelakiku memulai petualangan dengan kereta ekonomi AC jurusan Senen-Surabaya Pasar Turi.  Awalnya aku memang merasa nyaman dengan toilet yang bersih, lengkap dengan tissue, sabun dan air yang lancar. Tampak gerbong kereta yang bersih dan sejuk.  Kedua jagoanku tak hentinya bergurau canda, bahagia sekali naik kereta.  Setiap melihat pemandangan alam yang indah mereka berteriak sambil berdiri di dekat jendela kaca.  Seruu deh!

kedua jagoanku


indahanya pemandangan alam desa
gerbong yang tenang, nyaman dan bersih tanpa pedagang


Matahari yang mengintip malu


Menuju Stasiun cirebon

 pemandangan alam  yang indah

         Kereta melewati stasiun cirebon.  Kami disuguhi pemandangan alam desa dan gunung ceremai di sore hari, dihiasi langit cerah dan matahari sore yang mengintip malu.  Hamparan sawah di kaki gunung ceremai bagai lukisan di atas kanvas.

        Memasuki perbatasan Jawa Tengah kami dikejutkan oleh suara kaca yang dilempar benda keras, yang ternyata adalah batu.  Alhasil kaca di sebelah kananku retak-retak terkena lemparan batu dari oknum yang tidak bertanggung jawab.  Tapi keterkejutan kami tak membawa pengaruh pada laju kereta.  Kami benar-benar merasa nyaman karena saat itu tidak satupun pedagang masuk ke dalam kereta.  Selang beberapa lama, kembali terdengar suara kaca dilempar batu.  kali ini lebih keras hingga menyebabkan seorang balita gemetar takut.  Para penumpang menjadi sedikit was-was.  Pun demikian denganku.  Anak-anak langsung kujauhkan dari kaca.

        Dugaan sementara pelemparan ini dilakukan karena larangan berjualan bagi pedagang asongan di atas kereta api.  Deg-degan mulai menggelayut di hati.  Tak lama terdengar suara kaca jendela pecah, serpihannya mengenai penumpang yang duduk tepat disebelahnya.  Puluhan mata memandang ke arah jendela kaca yang pecah.  Kami pun mulai mengambil tindakan pencegahan dengan menutup kaca menggunakan bantal yang kami sewa seharga Rp.5000,-.  Meski rasa khawatir menghantui perjalanan tetap harus dilanjutkan.
kaca yang pecah

Berbuka dengan nasi goreng spesial       

           Saat aku beranjak menuju toilet, kaca pintu gerbong di depan toilet digedor dengan kencang oleh sekelompok orang, karena hari mulai gelap aku tak mampu melihat jelas siapa mereka.  Aku tak berani membuka pintu, terbayang peristiwa setahun yang lalu saat kereta yang kutumpangi dinaiki sekelompok perampok bersenjata yang berpura-pura sebagai penumpang yang ketinggalan kereta.  Khawatir modus yang sama aku segera beralih dari tempat itu sejauh mungkin saat seorang ibu membuka pintu gerbong.  Pedagang asongan pun berebut masuk.


           Situasi mulai ramai dan tidak nyaman, pedagang mondar-mandir menjajakan dagangannya.  Mendekati waktu berbuka kami menuju restorasi dan memesan sepiring nasi goreng, Mie rebus dan teh dingin untuk berbuka.  Sepiring nasi goreng spesial dihargai Rp.25.000,- lengkap dengan ayam dan telur mata sapi serta kerupuk, tomat dan timun. Tak lupa aku pun men charge HP ku yang lowbat.  Kami bertiga bersendagurau dan bermain bersama.  Membuat perahu dan pesawat dari alumunium foil milikku dan berbagi resep dengan kepala dapur Restorasi.  Bahagia melihat anak-anak bahagia.  Aku sedikit merasa aman di restorasi daripada di gerbongku.  Setelah selesai berbuka kami kembali ke gerbong, saat itu lorong telah dipenuhi oleh orang-orang yang tidur di selasar gerbong.  Sungguh tidak nyaman dan mengganggu jalan.

nasi goreng spesial Reska untuk berbuka anakku
       Kembali kulihat kereta ekonomi yang asli.  Gerbong yang tadinya sejuk dan nyaman telah dipenuhi oleh asap rokok, pedagang asongan dan sampah yang bertebaran.  Tak berapa lama, putra bungsuku yang memang tidak tahan dengan asap rokok mulai merasa sesak, pun begitu denganku.  Perjalanan menjadi tidak seru lagi, khawatir sesaknya bertambah parah, aku menopang kepalanya lebih tinggi dari tubuhnya.  Biasanya dalam kondisi seperti ini aku akan melakukan nebulizer menggunakan alat uap yang kubeli di ACE Hardware

           Sepertinya untuk menciptakan angkutan yang nyaman perlu kesadaran dari para penumpang untuk membantu mewujudkannya dan ketegasan dari pihak KAI untuk menertibkan penumpang yang tidak tertib dengan aturan, karena bila tidak maka sebagus apapun konsep yang dibuat tidak akan berhasil.  Contoh dalam hal menjaga kebersihan gerbong dan larangan merokok.
        Pengalaman ini membuatku harus berpikir 2-3 kali untuk melakukan perjalanan menggunakan angkutan ini.